Keberadaan penyandang disabilitas di masyarakat kadang tidak mendapatkan perhatian serius. Oleh karena itu, sering ditemui kehidupan mereka yang terlunta-lunta, dalam kondisi fakir miskin, pakaian compang-camping, hak dan kesempatan sebagai warga negara tidak didapatkan sebagaimana mestinya. Selain itu, mereka rentan mendapatkan diskriminasi.
Dalam realitanya penyandang disabilitas di masyarakat dibagi dua macam yaitu : disabilitas yang masih memiliki keluarga dan disabilitas yang sudah tidak memiliki keluarga. Penyandang disabilitas yang masih memiliki keluarga khususnya mempunyai orang tua maka kondisi kehidupan jauh lebih baik. Karena mereka mendapatkan perhatian dan pendampingan lebih maksimal, seperti diperhatikan urusan pendidikan, keagamaan, politik, pelayanan publik, urusan sandang, pangan dan papan dll.
Sedang disabilitas yang sudah tidak memiliki keluarga kondisinya lebih memprihatinkan. Karena, mereka sudah tidak mendapatkan perhatian dari keluarga, sementara masyarakat lingkungan sekitar acuh. Oleh sebab itu, pada umumnya hak dan kesempatan disabilitas yang tidak memiliki keluarga dalam urusan pendidikan, sandang, pangan dan papan tidak terlayani secara baik.
Dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2016 disebutkan penyandang disabilitas memiliki banyak hak, hal antara lain : hak hidup, bebas dari stigma, privasi,keadilan dan perlindungan hukum, pekerjaan, kewirausahaan dan koperasi, kesehatan, politik, keagamaan, keolaragaan, kebudayaan dan pariwisata, kesejahteraan sosial, aksesbilitas, pelayanan publik, perlindungan dari bencana, habilitasi dan rehabilitasi, konsesi, pendataan dll.
Lalu yang menjadi perhatian adalah, apakah selama ini penyandang disabilitas telah mendapatkan hak-hak sesuai yang telah digariskan undang-undang di atas? Jawabannya adalah jauh panggang dari api. Artinya belum sesuai apa yang diharapkan.
Ambil contoh di bidang pendidikan, saat ini penyandang disabilitas belum mendapatkan layanan pendidikan yang layak. Hal itu bisa dilihat dari sarana dan prasarana bangunan yang belum aksesible, kesediaan akomidasi yang belum layak, kesiapan guru yang terbatas dan kurikulum dan media pembelajaran masih minim.
Oleh karena itu, pada peringatan hari disabilitas internasional yang jatuh setiap tanggal 3 desember harus jadikan momentum untuk evaluasi bagi pemerintah selaku perumus dan pelaksana kebijakan di bidang disabilitas, sejauhmana signifikan dampak kebijakan yang telah dirasakan oleh penyandang disabilitas.
Hasil evaluasi harus dilakukan pembenahan secepat mungkin supaya hak penyandang disabilitas segera terpenuhi. Kemudian pemerintah harus berkolaborasi dan bersinergi dengan elemen masyarakat. Partisipasi masyarakat itu penting dalam mengawal keberhasilan pemenuhan hak dan layanan disabilitas. Karena tanpa adanya peran serta masyarakat itu sesuatu hal yang kurang tepat.
Dani Kurniawan, M.I.Kom
Sekretaris Majelis Pelayanan SosialPWM (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah) D.I.Yogyakarta